Minggu, 29 Maret 2015

TEORI ANALISIS TRANSAKSIONAL



TEORI ANALISIS TRANSAKSIONAL
RESUME
A.  Hakekat Manusia
Analisis transaksional berakar dari filosofi antiderterministik. Filsafat ini menempatkan kepercayaan pada kapasitas individu untuk meningkatkan kebiasaan dan memilih tujuan dan tingkah laku baru. Pendekatan ini melihat individu dipengaruhi oleh ekspektasi dan tuntutan dari orang-orang yang signifikan baginya terutama pada pengambilan keputusan pada masa-masa dimana individu masih bergantung pada orang lain. Akan tetapi keputusan yang telah dibuat tersebut dapat ditinjau kembali dan didobrak bila keputusan awal tersebut tidak lagi sesuai sehingga dapat membuat keputusan baru (Thompson,et.al,2004,p.266;Corey,1986,p.150-151 dalam Komalasari 2011:92).
Manusia dianggap memiliki pilihan dan tidak tergantung pada masa lalu. Walaupun pengalaman masa lalu yang menentukan posisi hidup tidak bisa dihapus, individu dapat mengubah posisinya.
B.  Konsep Dasar Teori
Pendekatan analisis transaksional memiliki asumsi dasar bahwa perilaku komunikasi seseorang dipengaruhi oleh ego state yang dipilihnya, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai sebuah transaksi yang didalamnya turut melibatkan ego state serta sebagai hasil pengalaman dari masa kecil, setiap orang cenderung memilih salah satu dari empat kemungkinan posisi hidup.
Pendekatan ini memfokuskan pada pengambilan keputusan di awal yang dilakukan oleh klien dan menekankan pada kapasitas konseli untuk membuat keputusan baru, menekankan pada aspek kognitif, rasional dan tingkah laku dari kepribadian, dan berorientasi pada meningkatkan kesadaran sehingga konseli dapat membuat keputusan baru dan mengganti arah hidupnya (Komalasari, 2011:93).
Beberapa konsep penting dalam pendekatan analisis transaksional yaitu:
injuction dan keputusan awal (early decision), strokes, naskah hidup, ego state, posisi hidup, games, membuat keputusan ulang (redicision).
1.    Injungsi ( injunction) dan Pengambilan Keputusan Awal (Early Decision)
Injunction adalah pesan yang disampaikan kepada anak oleh parent’s internal child out dari kondisi kesakitan orangtua seperti kecemasan, kemarahan, frustasi dan ketidakbahagiaan. Pesan ini menyuruh atau meminta anak untuk melakukan apa yang harus mereka lakukan secara verbal dan tingkah laku, namun sering kali pesan ini terbentuk melalui tingkah laku orang tua ( Corey,1986,p.153). Dibawah ini merupakan injunction yang biasanya terjadi dan contoh kemungkinan keputusan yang dibuat untuk merespon injunction tersebut :
a.    Don’t atau don’t do anything (Jangan berbuat apa-apa)
Injuction ini diberikan oleh orangtua yang ketakutan. Injuction mengatakan kepada anak untuk tidak melakukan aktivitas normal karena takut akan kecelakaan yang mungkin terjadi. Bentuk pesan injuctionnya adalah “jangan berbuat apa-apa karena nanti berbahaya” atau “lebih aman kalau kamu tidak berbuat apa-apa”. Anak yang menerima injunction ini akan mempercayai bahwa tidak ada yang ia lakukan benar atau aman dan mereka biasanya mencari pertolongan orang lain untuk melindungi dan mengambil keputusan untuk mereka (De Blot,2002,p.104;Corey,1986,p.153) . Keputusan yang mungkin diambil adalah “saya tidak dapat membuat keputusan untuk diri sendiri, jadi saya mencari orang lain yang dapat membuat keputusan untuk saya”.
b.    Don’t be ( don’t exist )
Ini adalah pesan yang paling berbahaya (lethal). Pesan ini diberikan secara non verbal melalui cara orang tua berkeyakinan tentang anak mereka.  Pesan orangtua dapat berupa “jangan hidup”, “jangan ada”, dan “jangan lahir”, “saya berharap kamu tidak pernah dilahirkan sehingga saya tidak harus meninggalkan semua yang saya punya”. Anak yang menerima pesan ini akan menyusun naskah hidup yang berkeinginan untuk bunuh diri, minder, tidak berguna, tidak berharga, tidak menarik, sikap brutal dan tidak peduli (De blot, 2002,p.95-96:Corey,1986,p.153 dalam Komalasari 2011:95). Pesan ini dapat disampaikan oleh ibu yang telah memiliki banyak anak tetapi tiba-tiba hamil lagi. Dalam hati ia menolak menerima anak yang dikandung, namun oleh ego state anaknya ia menolak anaknya.
Keputusan yang mungkin diambil adalah “saya akan berusaha supaya kamu mencintai saya, walaupun itu akan membunuh saya”.
c.    Don’t be Close ( jangan dekat)
Pesan ini diberikan oleh orangtua yang tidak bisa dekat secara fisik atau yang menjauhkan anaknya sehingga anak kurang mendapatkan kemesraan fisik dari orang tua. Anak yang kurang mendapatkan kemesraan dari orangtuanya dan orang lain. Ia akan selalu mencurigai orang lain dan dengan mudah memandang bahwa ia ditolak oleh orang lain. ( dalam Komalasari 2011:96). Keputusan yang mungkin diambil adalah “saya tidak memperbolehkan diri say a dekat dengan orang lain”.
d.    Don’t be Important (jangan menjadi orang penting)
Pesan ini merupakan pesan orang tua yang secara tidak sadar membuang anaknya. Anak mungkin merasa tidak dihargai ketika mereka berbicara sehingga mereka memutuskan bahwa mereka tidak penting, dan tidak perlu bertanya apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Orang yang membawa naskah hidup yang mengandung pesan ini menjadi panic bila ia diberi tanggung jawab sebagai pemimpin, tidak dapat berbicara dihadapan orang banyak. Keputusan yang mungkin diambil adalah “saya tidak pernah merasa berharga”.
e.    Don’t be child (jangan seperti anak kecil)
Pesan ini biasa diterima oleh anak tertua karena ia harus bertanggung jawab dan merawat saudara-saudaranya. Pesan ini juga diterima oleh anak tunggal terutama bila keluarga atau orangtua mengalami masalah. Anak merasa bahwa ia harus cepat besar sehingga dapat berbuat sesuatu. Pesan ini juga biasanya disampaikan oleh keluarga yang mengalami kekerasan hidup, memegang norma tradisional yang kaku. Keputusan yang mungkin diambil anak adalah “saya akan selalu dewasa dan tidak boleh bertindak kekanak-kanakan”.
f.     Don’t succeed atau don’t make it (jangan berhasil)
Pesan ini biasanya disampaikan oleh orang tua yang biasa mengkritik anak-anaknya. Pesan yang disampaikan dapat berbentuk :”kamu tidak bisa melakukan ini”, “kamu tidak pernah melakukan segala sesuatu dengan baik”. Anak yang menerima pesan ini mendapatkan stroke untuk gagal. Pesan ini juga representasi atas perasaan iri orang tua pada anak mereka yang lebih berhasil ( dalam Komalasari, 2011:99). Keputusan yang mungkin diambil yaitu “saya pada dasarnya bodoh dan pecundang”, “tidak peduli seberapa baik saya, saya tidak pernah merasa cukup baik”.
g.    Don’t be you (jangan begitu)
Pesan ini disampaikan oleh orang tua yang ingin memiliki anak dengan jenis kelamin yang berbeda dengan anak yang dilahirkannya atau yang memiliki harapan yang terlalu tinggi untuk anak-anak mereka. Bentuk pesan injuction ini dapat berupa bahwa “kamu harusnya perempuan (atau laki-laki) dan saya baru mencintai kamu”. Hal ini dapat terlihat dari perkataan dan tingkah laku orangtua yang mendandani anak seperti anak perempuan dengan anak laki-laki atau sebaliknya. Keputusan yang mungkin diambil yaitu “tidak peduli seberapa baik yang saya lakukan, saya tidak bisa menyenangkan mereka”.
h.   Don’t be sane and don’t be well
Beberapa anak menerima stroke ketika mereka sakit atau bila mereka bertingkah laku ‘gila” (Corey,1986,p.154). Hal ini berakibat pada anak untuk berpikir bahwa untuk mendapatkan perhatian orangtuanya, ia harus sakit. Secara tidak sadar orangtua memberi pesan pada anak “jangan sehat”. Pesan ini banyak disampaikan melalui pesan nonverbal. Anak belajar bahwa sakit akan menyelesaikan masalahnya, sehingga setiap mengalami masalah atau perubahan dalam hidup, ia akan jatuh sakit (De blot 2002,p.111 dalam Komalasari,dkk. 2011:101). Keputusan yang mungkin diambil yaitu “saya akan sakit (atau “gila”) sehingga saya mendapatkan perhatian.
i.      Don’t belong ( jangan jadi orang kita)
Pesan ini mengindikasikan bahwa keluarga merasa bukan bagian dari komunitas atau kelompok tertentu (Corey,1986,p.154). Individu dapat merasa asing dapat karena ia dididik oleh orangtua yang kaku sehingga ia merasa dirinya asing, aneh dan tidak diterima dalam lingkungan atau dapat pula anak yang dibesarkan oleh keluarga yang berbeda-beda seperti anak yatim atau anak yang sejak kecil sudah dibesarkan dalam asrama (dalam Komalasari, dkk. 2011 : 102). Keputusan yang mungkin diambil yaitu : “tidak seorangpun akan menyukai saya karena saya bukan bagian dari kelompok manapun”.
j.      Don’t think (jangan berpikir)
Pesan “jangan berpikir” dapat berupa kritik terhadap hasil kerja anak, disampaikan oleh orang tua untuk menghindari pertanyaan anaknya, tidak boleh memikirkan sesuatu yang tabu dalam kebudayaan tertentu, orangtua tidak mau dikalahkan anaknya yang berbeda pendapat. Contoh-contoh pesannya yaitu “jangan berpikir yang aneh-aneh”, “ah itu urusan nanti, tidak usah dipikir sekarang”.
k.    Don’t feel (jangan merasa)
Orang yang tidak bisa mengekspresikan perasaan atau mencurahkan isi hatinya dapat disebabkan karena ia adalah orang yang pemalu, atau dalam kebudayaannya tidak dibiasakan untuk mengekspresikan perasaannya kepada orang lain dan tidak boleh membicarakannya. Pesan ini dapat ditujukan kepada ke perasaan fisik seperti anak tidak boleh makan di luar jam tertentu. Dengan demikian anak mendapat pesan “jangan merasa lapar”.
2.    Strokes
Dalam analisis transaksional, strokes adalah bentuk dari pengakuan. Stroke dapat berupa sentuhan fisik atau bentuk simbolik seperti pandangan mata, kata-kata, bahasa tubuh, dan verbalisasi(Thompson,et.al, 2004,p 276).Stroke positif direpresentasikan dengan kata-kata :”saya suka kamu” dan pengakuan ini diiringi dengan sentuhan hangat, kata-kata yang menerima, dan bahasa tubuh yang penuh perhatian. Stroke negatif biasanya berkata “saya tidak suka kamu” dan biaanya diekspresikan secara verbal dan non verbal. Stroke positif merupakan bagian penting dalam perkembangan kondisi psikologis yang sehat. Stroke ini membentuk eskpresi kasih sayang dan penghargaan. Adapun stroke negatif menghambat perkembangan individu. Stroke negatif mengambil harga diri individu dengan menghilangkan, mempermalukan, dan mempermainkan individu. Individu yang mengalami kekurangan akan stroke akan menggunakan waktu dan hidupnya untuk mendapatkan stroke dengan memainkan games psikologis (James&Jogward, 1996,4.144 dalam komalasari, dkk 2011:106).
Menurut teori analisis transaksional, stroke yang diterima oleh individu adalah stroke yang akan ia berikan kepada orang lain. Anak-anak membutuhkan sentuhan dari orang lain disekitarnya melalui pemberian makanan dan sebagainya. Apabila anak tidak mendapatkan sentuhan ini ia akan mengalami kekurangan, seperti kekurangan gizi yang dapat menghambat pertumbuhan.
3.    Naskah Hidup (Life Script)
Naskah hidup adalah berbagai cara yang mirip dengan drama dengan plot. Naskah hidup adalah sebuah lakon hidup yang disusun pada masa kecil, kemudian diperkuat orang tua, lalu dibenarkan oleh pengalaman selanjutnya dan memuncak pada pilihan tertentu (De Blot,2002.p.25). Naskah hidup disusun atas dasar penentuannya sendiri. Orangtua tidak menentukan naskah hidup anak, tetapi ia memberikan pengaruh bagaiamana anak tersebut menyusun naskah hidupnya. Pesan-pesan orangtua baik verbal maupun non verbal dapat merangsang anak dalam membentuk naskah hidup tertentu atas tanggapan atas pesan orangtuanya. Naskah hidup dipengaruhi oleh injuction, stroke dan hunger (kekurangan stroke positif). Sesudah naskah hidup disusun pada waktu kecil, seiring dengan bertambahnya umur, naskah hidup ini pun berkembang lebih lanjut. Pada perkembangannya naskah hidup mendapat bentuk yang oleh analisis transaksional dinamakan naskah hidup pemenang, pecundang, dan bukan pemenang.
4.    Konsep Ego State (status ego)
Terdapat tiga jenis ego state yaitu ego state orangtua (parent), ego state anak-anak (child), dan ego state dewasa (adult).
a)   Ego state Orang tua ( Status Ego Orangtua)
Adalah bagian dari kepribadian yang menunujukkan sifat-sifat orang tua.Ego state orangtua cenderung memiliki ciri-ciri antara lain: menasehati, kritik, berperilaku sesuai dengan aturan. Terdapat dua jenis status ego orangtua, yaitu:
-  Orang tua yang membimbing ( Nurturing parent)
Ciri orangtua yang memimbing adalah empatik dan penuh pengertian, peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain, serta menilai dan memberi batasan benar salah yang tegas.
-  Orangtua yang mengkritik (critical parent)
Cirinya adalah cenderung menasehati, mengkritik dan menggurui. Nada suara tinggi dan cenderung keras. Sering kali mengatakan “tidak”, “jangan”. (dalam Komalasari, 2011 :109)
b)   Ego state orang dewasa (adult)/Status Ego orang dewasa
Adalah bagian dari kepribadian yang menunjuk pada berbagai gambaran sebagai bagian objektif dari kepribadian. Ciri ego state ini adalah berpikir logis erdasarkan fakta-fakta objektif dalam mengambil keputusan, nalar, tidak emosional dan bersifat rasional. Ekspresi wajah tenang dan nada suara datar ( Dalam Komalasari,dkk 2011:110)
c)    Ego state Anak-anak (child)/status ego anak-anak
Ego state anak-anak terdiri dari perasaan, impuls-impuls dan spontanitas. Biasanya ditandai dengan ciri-ciri spontan, memiliki kebutuhan, perasaan, dan keinginan untuk bereksplorasi atas peristiwa-peristiwa internal yan direspons dengan melihat, mendengar dan memahami sesuatu,manipulasi lingkungan seperti menunjukkan sikap manja, menangis, dan merajuk. Terdapat tiga jenis ego state anak yaitu:
a.    Anak yang alamiah: cirinya adalah spontan mengungkapkan perasaan dan keinginannya, baik emosi positif maupun negatif.
b.    Profesor kecil : anak yang menunjukkan “kebijaksanaan” anak-anak. Cirinya adalah egosentris, manipulatif, dan kreatif.
c.    Anak yang menyesuaikan diri
Terdapat dua jenis ego state dalam ego state anak yang menyesuaikan diri :
1)   Anak yang penurut : ego state yang melakukan apa yang dikehendaki orang lain bukan ungkapan perasaan dan keinginan sebenarnya. Biasanya diungkapkan dengan suara lirih
2)   Anak yang memberontak: ego state yang melakukan apa yang bertentangan dengan kehendak orang lain (dalam komalasari,dkk 2011:111)
5.    Posisi Hidup (Life Position)
Posisi hidup ini berhubungan dengan eksistensi hidup individu karena merupakan penilaian dasar terhadap diri dan orang lain. Posisi ini merupakan titik pangkal dari setiap kegiatan individu, setiap penggunaan waktu, game, perbuatan rencana dan reaksinya. Keyakinan ini dinamakan posisi hidup yang terdiri dari empat posisi hidup yaitu I’m OK, you’re OK; I’m OK, you’re not OK; I’m not OK, you’re OK; I’m not OK, you’re not OK.
a)   I’m OK – You’re OK
Posisi ini menunjukkan gambaran kepribadian seseorang yang sangat positif karena secara transaksional apayang dia pikirkan juga mendapat dukungan orang lain. Keputusan yang diambilnya didasarkan pada keyakinan yang lebih kuat, karena baik dirinya maupun orang lain sama-sama menyetujui. Individu yang memiliki posisi ini akan merasa aman dalam keberadaannya sebagai manusia dan keberadaan orang lain disekitarnya.
b)   I’m OK – You’re not OK
Posisi ini digunakan individu yang merendahkan orang lain atau mencurigai motif-motif orang lain. Haris disini mengatakan bahwa posisi ini berkembang dari suatu reaksi yang berlebihan terhadap perlakuan not OK. Contoh dari ini adalah perilaku kriminal yang marak, hal ini terjadi akibat dari pengambilan posisi I’m OK – You’re not OK. Individu yang memiliki posisi ini, mereka adalah individu-individu yang selalu merasa benar dan orang lain salah.
c)    I’m not OK – You’re OK
Posisi ini menunjukkan gambaran kepribadian seseorang sebagai individu yang memerlukan kasih sayang, bantuan, mengharapsesuatu, membutuhkan penghargaan, karena orang itu merasa inferior ( bahwa anak sering mengatakan dirinya tidak mampu dan lemah atau not OK ) dari yang lain.
Seorang individu yang memilih posisi ini akan patuh dan selalu mengikuti perintah orang lain. Posisi ini memang dapat mengarahkan pada kehidupan yang produktif tetapi tidak memuaskan. Dan pada posisi ini sering kali akan menyebabkan anak melakukan pengunduran diri, depresi, dan tindakan bunuh diri karena anak menganggap dirinya itu not OK.
d)   I’m not OK – You’re not OK
Posisi ini menunjukkan gambaran kepribadian seseorang dimana orang tersebut berada dalam keadaan pesimis, putus asa, tidak dapat mengatasi dirinya, juga orang lain tidak dapat membantu, frutasi karena dari transaksi yang ada, baik dirinya sendiri maupun orang lain tidak ada yang OK. Contoh : karena pengaruh orang tua yang yang mengetahui anaknya telah cukup umur. Maka orang tua akan mulai menjauh diri dari anaknya karena orang tua berfikir bahwa anaknya sudah cukup umur dan bisa memelihara dirinya.
Posisi ini yang dipilih oleh individu, maka dalam kehidupannya individu tersebut akan hanya melewati hari-hari dan kehidupannya tanpa arti. Dan akan berdampak pada tindakan anak atau perilaku seperti bumuh diri atau pembunuhan.
6.    Membuat Keputusan Ulang ( Redecisions)
Dalam proses membuat keputusan ulang, konseli diajak untuk kembali ke masa kecil di saat mereka membuat keputusan, kemudian membentuk ego state anak-anak dan memfasilitasi konseli untuk membuat keputusan baru. Contohnya, seorang anak laki-laki berjuang untuk mengubah keputusan awal untuk tidak ingin hidup, anak tersebut diajak untuk kembali ke situasi masa kecilnya, mengalami kembali perasaan pada masa itu dan berkata pada dirinya (dan kepada simbolisasi orangtua) bahwa ia ingin hidup. Dengan demikian, ia membuat keputusan baru dalam hidupnya untuk menghentikan sikap dan tingkah laku merusak diri dan hidup secara penuh untuk dirinya.
7.    Games
Pada umumnya individu mendesain games untuk mencegah intimasi dan bertujuan untuk mendukung keputusan asal dan bagian dari naskah hidup individu (rencana hidup atau kesimpulan tentang bagaimana harus bertindak untuk bertahan hidup). Contohnya, individu yang diberi pesan”don’t make it” akan berasumsi membuat keputusan bahwa ia tidak sukses, bila ia mengalami kesuksesan akan akan membuat kecemasan baginya (Corey, 1986,p.155 dalam komalasari, dkk, 2011:116)
Games berfungsi untuk  mempertahankan keseimbangan biologis, eksistensial, psikologis, area sosial internal dan eksternal. Games merupakan bagian yang penting dalam interaksi individu dengan orang lain dan individu harus memahami games yang dimainkannya untuk hidup lebih otentik (Corey,1986,p.155).

C.  Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling analisis transaksional adalah membantu konseli untuk membuat keputusan baru tentang tingkah laku sekarang dan arah hidupnya. Individu memperoleh kesadaran tentang bagaimana kebebasannya terkekang karena keputusan awal tentang posisi hidup, dan belajar untuk menentukan arah hidup yang lebih baik. Inti terapi ini adalah mengganti ke arah gaya hidup yang otonom yang memiliki ciri-ciri: kesadaran, spontan, intim, dengan menggunakan game dan naskah hidup. Individu juga belajar menulis kembali naskah hidup mereka sehingga mereka memiliki kontrol atas hidup mereka (Dalam komalasari,dkk. 2011:128). Adapun tujuan khusus pendekatan ini adalah:
a.    Konselor membantu konseli untuk memprogram pribadinya agar membuat ego state berfungsi pada saat yang tepat.
b.    Konseli dibantu untuk menganalisis transaksi dirinya sendiri.
c.    Konseli dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain menjadi orang yang mandiri dalam memilih apa yang diinginkan.
d.   Konseli dibantu untuk mengkaji keputusan salah yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.

D.  Peran dan Fungsi Konselor
1)      Konseling analisis transaksional didesain untuk mendapatkan insight emosional dan intelektual, tetapi fokus pada bagian rasional. Hal ini berimplikasi pada peran konselor dalam proses konseling yang lebih banyak didaktik dan fokus pada pemikiran konseli.
2)      Menurut Harris (1967) peran konselor adalah sebagai guru, pelatih dan penyelamat dengan terlibat secara penuh dengan konseli.
-       Sebagai guru, konselor menjelaskan teknik-teknik seperti analisis struktur, analisis transaksi, analisis naskah hidup, dan analisis game. Konselor juga membantu konseli menemukan kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan di masa lalu dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya (dalam Komalasari, 2011:128).
-       Sebagai pelatih, konselor mendorong dan mengajari agar klien mempercayai ego dewasanya sendiri, membantu klien agar terampil melaksanakan hubungan antar pribadi dengan menggunakan status ego yang tepat.
-       Sebagai nara sumber, Konselor Membantu klien dalam hal menemukan kondisi masa lalu yg tdk menguntungkan.
-       Sebagai fasilitator, Konselor menolong klien mendapatkan perangkat yg diperlukan, menyediakan lingkungan yang menunjang untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego state klien
3)      Konselor membantu konseli menemukan kekuatan internalnya untuk berubah dengan membuat keputusan yang sesuai sekarang.

E.  Hubungan antara Konselor dan Konseli
Ada beberapa implikasi yang menyangkut hubungan konselor dan klien, yaitu:
a.    Tidak ada jurang pengertian yang tidak bisa dijembatani di antara konselor dan klien. Konselor dan klien berbagi kata-kata dan konsep-konsep yang sama, dan keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang situasi yang dihadapi.
b.    Klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh  dalam konseling, berarti klien tidak bisa dipaksa untuk menyingkapkan hal-hal yang tidak ingin diungkapkannya..
c.    Kontrak memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan di antara konselor dan klien.
d.   Hubungan yang egaliter antara konselor dan konseli. Konselor dan konseli bekerja sebagai partner dalam konseling.


F.   Teknik-teknik Konseling
Teknik-teknik konseling analisis transaksional banyak menggunakan teknik-teknik pendekatan Gestlat. James dan Jongeward (1971) mengkombinasikan konsep dan proses analisis transaksional dengan eksperimentasi Gestalt dan kombinasi ini memberikan hasil yang menjanjikan pada self awareness dan autonomy. Ada beberapa teknik konseling diantaranya:
a.    Metode Didaktif
Karena analisis transaksional menekankan pada domain kognitif, prosedur mengajar dan belajar merupakan dasar dari pendekatan ini.
b.   Kursi Kosong (Empty Chair)
Teknik ini merupakan adopsi dari pendekatan Gestalt. Teknik ini biasanya digunakan untuk analisis struktur. Mc Neel (1976) mendeskripsikan bahwa teknik yang menggunakan dua kursi ini merupakan cara yang efektif untuk membantu konseli mengatasi konflik masa lalu dengan orangtua atau orang lain pada masa kecil. Tujuan teknik ini adalah untuk menyelesaikan unfinished business masa lalu (Corey,1986,p.164)
c.    Bermain peran (Role Playing)
Bermain peran biasanya digunakan dalam konseling kelompok dimana melibatkan orang lain. Anggota kelompok lain dapat berperan sebagai ego state yang bermasalah dengan konseli. Dalam kegiatan ini konseli berlatih dengan anggota kelompok untuk bertingkah laku sesuai dengan apa yang akan diuji coba di dunia nyata. Variasi lain dapat dilakukan dengan melebih-lebihkan karakteristik ego state tertentu untuk melihat reaksi tingkah laku saat ini terhadap ego state tertentu (Corey,1986,p.164)
d.   Penokohan Keluarga (Family Modeling)
Family modeling adalah pendekatan untuk melakukan structural analysis, yang pada umumnya berguna untuk menghadapi constant parent,constant adult atau constant child. Konseli diminta untuk membayangkan episode yang berisi orang-orang yang penting baginya di masa lalu. Konseli bertindak sebagai sutradara, produser dan aktor. Konseli mendefinisikan situasi dan menggunakan anggota kelompok sebagai pengganti anggota keluarganya. Konseli menempatkan mereka sehingga ia mengingat situasinya. Berdasarkan hasil drama ini konseli dan konselor mendiskusikan, bertindak, dan mengevaluasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran tentang situasi yang spesifik dan makna personal yang masih dipegang teguh oleh konseli (Corey,1986,p.164).
e.    Analisis Ritual dan Waktu luang
Analisis transaksi termasuk di dalamnya adalah identifikasi ritual dan mengisi waktu luang (past times) yang digunakan dalam structuring of time . Time structuring adalah materi penting untuk diskusi dan penilaian karena merefleksikan keputusan tentang naskah hidup tentang bagaimana bertransaksi dengan orang lain dan bagaimana mendapatkan stroke. Individu yang memenuhi sebagian besar waktunya dengan ritual dan pastimes kemungkinan mengalami kekurangan stroke dan kurang intimasi dalam bertransaksi dengan orang lain. Karena transaksi ritual dan pastimes memiliki nilai stroke yang rendah, orang yang bertransaksi sosial mungkin akan mengeluh merasa kehampaan (emptiness), bosan, tidak memiliki kesenangan, merasa tidak dicintai dan merasa tidak berarti.
       Teori Analisis transaksional tentang manusia dan hubungan manusia didapat dari pengumpulan data melalui empat tipe analisis yaitu analisis struktur, analisis transaksi, analisis naskah hidup dan analisis games.
a.    Analisis Struktural
Analisis structural adalah dengan melihat kepribadian individu yang terdiri dari tiga ego state yaitu orangtua, dewasa, dan anak-anak. Analisis struktur adalah alat yang digunakan individu untuk membantu individu menjadi sadar atas isi dan fungsi ego state nya. Analisis struktur membantu konseli mengatasi bentuk ego state yang membuatnya terhambat dan membantu menemukan ego state yang mendasari tingkah laku sehingga konseli dapat menentukan pilihan-pilihan hidupnya (dalam Komalasari, dkk 2011:117).
b.    Analisis transaksi
Pada dasarnya, analisis transaksi adalah deskripsi dari apa yang dilakukan dan dikatakan oleh dirinya dan orang lain. Analisis transaksi dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu transaksi komplementer, transaksi bersilang, dan transaksi ulterior atau terselubung..
-       transaksi komplementer : transaksi yang terjadi ketika pesan disampaikan dari satu ego  state dan mendapatkan respons dari egp state spesifik seperti yang diharapkan.
-       transaksi bersilang : transaksi terjadi ketika pesan disampaikan dari satu ego state dan mendapatkan respons dari ego state yang tidak diharapkan.
-       transaksi terselubung : transaksi yang kompleks yang melibatkan dua atau lebih ego state dan pesan yang disampaikan tidak jelas.
c.    Analisis Naskah
Analisis naskah hidup adalah bagian dari proses terapi dimana pola-pola hidup yang diyakini individu diidentifikasi. Konseli dibantu untuk mengdidentifikasi naskah hidup dan menyadari naskah hidup serta posisi hidupnya kemudian diminta untuk mengubah programnya. Analisis naskah hidup dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek masalah hidup yang berisi item yang berhubungan dengan posisi hidup, rackets, games sebagai keseluruhan fungsi kunci dari naskah hidup seseorang. (Corey, 1986,p.165 dalam Komalasari, 2011:124).
d.   Analisis Games
Analisis transaksional berpandangan bahwa games adalah pertukaran strokes yang mengganti perasaan yang tidak menyenangkan dan meningkatkan naskah hidup. Games yang bisa dimainkan antara lain : “kasihan saya”, “iya tapi..,”, “bila ini bukan untuk kamu”. Dalam melakukan analisis games, konselor memperhatikan rackets. Rackets adalah perasaan tidak menyenangkan yang dialami individu setelah bermain games.  Individu dapat mengembangan racket kemarahan, racket bersalah atu racket depresi.
Dalam melakukan analisis games, dapat digunakan dua cara yaitu formula G dan Segitiga Drama Karpman (The Karpman Drama Triangle). Analisis dengan formula game dilakukan dalam enam langkah yaitu Con (Stimulus yang memancing orang lain untuk main), Gimmick( tanggapan dari orang lain untuk ikut), Respon, Switch, Cross Up (saat kebingungan kedua pihak) dan kemudian Pay Off (perasaan tidak enak kedua pihak). Dan Cara kedua adalah Segitiga Drama Karpman adalah alat yang berguna untuk membantu individu memahami games. Dalam segitiga  terdiri dari penuduh atau orang yang menyakiti, penolong, dan korban (dalam Komalasari,2011 :126)

G. Evaluasi (Kelebihan dan Kelemahan)
1.    Kelebihan:
e.    Punya Pandangan Optimis dan Realistis tentang Manusia.
AT memandang manusia dapat berubah bila dia mau. Manusia punya kehendak dan kemauan. Kemauan inilah yang memungkinkan manusia berubah, tidak statis. Sehingga manusia bermasalah sekalipun dapat berubah lebih baik, bila kemauannya dapat tumbuh.
f.     Penekanan Waktu Sekarang dan Di sini.
Tujuan pokok terapi AT adalah mengatasi masalah klien agar dia punya kemampuan dan memiliki rasa bebas untuk menentukan pilihannya. Hal ini dimulai dengan menganalisis interaksinya dengan konselor atau orang lain. Dan itu adalah persoalan interaksi sekarang. Kini dan di sini (here and now).
g.    Mudah Diobservasi.
Pada umumnya teori yang muncul dari laboratorium itu sulit diamati karena itu terlihat abstrak, sehingga kadang-kadang tak jarang pula yang hanya merupakan konstruk pikiran manusia penemunya. Berbeda dengan AT, ajaran Berne tentang status ego ( O, D dan A) adalah konsep yang dapat diamati secara nyata dalam setiap interaksi atau komunikasi manusia.
e.    Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Fokus AT terpusat pada cara bagaimana klien berinteraksi, maka treatment juga mengacu pada interaksi, cara bebicara, kata-kata yang dipergunakannya dalam berkomunikasi. Karena itu, AT tidak hanya berusaha memperbaiki sikap, persepsi, atau pemahamannya tentang dirinya tetapi sekaligus mempunyai sumbangan positif terhadap keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Hal semacam ini tidak dimilliki oleh pendekatan lainnya.
2.    Kelemahan
a.    Kurang Efisien terhadap Kontrak Treatment
AT mengharapkan, kontrak treatment antara konselor-klien harus terjadi antara status ego Dewasa-dewasa. Artinya menghendaki bahwa klien mengikat kontrak secara realistis. Tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak ditemui bahwa banyak klien yang punya anggapan jelek terhadap dirinya, atau tidak realistis. Karena itu, sulit tercapainya kontrak, karena ia tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang sebenarnya diinginkannya. Sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Hal semacam ini dianggap tidak efisien dalam pelaksanaannya.
b.    Subyektif dalam Menafsirkan Status Ego.
Apakah ungkapan klien termasuk status Ego Orang tua, Dewasa, atau Anak-anak merupakan penilaian yang subyektif. Mungkin dalam hal yang ekstrim tidak ada perbedaan dalam menafsirkannya. Tapi bila pernyataan itu mendekati dua macam status ego akan sulit ditafsirkan, dan mungkin berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan dalam memahami status ego ini, menyebabkan sulitnya kesamaan dalam menakar egogram klien.
H.    Ilustrasi Kasus
       Sebagai ilustrasi berikut gambaran kasus yang akan ditangani Konselor. Irma adalah anak pertama dari 3 bersaudara, ia seorang anak yang patuh, penurut, tidak pernah membantah, apapun yang diperintahkan orang tuanya selalu dilaksanakan dengan baik.
      Irma seorang anak yang pintar secara akademik, selalu mendapatkan peringkat kelas dari mulai SD sampai SMA di sekolah yang bertaraf internasional. Semua orang tua Irma yang menentukan apa yang harus dilkukan Irma, dan Irma menerima semua perlakuan orang tuanya tanpa protes sedikitpun. Bahkan penjurusan di kelas XI pun orang tuanyalah yang mewajibkan masuk IPA walaupun sebenarnya Irma ingin masuk jurusan IPS karna Irma ingin masuk Fakultas Akutansi ketika kuliah nanti dan  menjadi seorang akuntan nantinya. Orang tuanya senang dan bangga Irma mau masuk jurusan IPA sesuai kemauan orang tuanya.
      Irma pernah sekali mengungkapkan keinginannya untuk masuk IPS biar jadi Akuntan, tapi orangtuanya tidak mau tahu dan selalu melarang Irma belajar akutansi. Menurut Irma, orangtuanya berpikir bahwa pilihan terbaik adalah apa yang diputuskan oleh orangtua, bukan Irma yang hanya seorang anak.
      Awal semester satu di kelas XI Irma menjalani dengan biasa dan berjalan lancar tanpa kendala, begitu memasuki semester dua mulailah Irma merasa bosan dan jenuh serta tidak semangat karena bukan jurusan ini yang ia inginkan, nilainya mulai merosot dan orang tuanya hanya bisa marah-marah dan mengharuskan Irma lebih serius dalam belajar tanpa memperdulikan perasaanya. Irma merasa berat menjalaninnya, ia merasa tertekan dan stres, ia ingin pindah ke jurusan IPS namun lagi-lagi orang tuanya tidak perduli. Buah dari semua itu akhirnya nilai Irma benar-benar turun dratis bahkan dibawah standar nilai yang telah ditentukan oleh sekolah. Dan orang tua Irma semakin marah dan semakin menekan Irma.Karena hal itu, Irma semakin merasa tertekan dan stres. Dia ingin memiliki kekuasaan atas pilihan jalan hidupnya sendiri, tapi tak sanggup melawan ego orangtua.
       Penyelesaian permasalahan tersebut yaitu konselor mengarahkan konseli, dalam hal ini Irma agar dapat menentukan arah hidupnya yang lebih baik. Dari yang tidak bisa mengungkapkan atau mengkomunikasikan keinginanannya kepada orang tua, menjadi bisa mengkomunikasikan keinginannya kepada orang tua. Dan kemudian konselor harus mampu membantu irma menjadi mandiri dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.






DAFTAR PUSTAKA
Komalasari, Gantina. Wahyuni, Eka. Karsih. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT indeks.
Corey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Redaksi Rafika Aditama
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.  Belmont, CA: Brooks/Cole







1 komentar:

  1. casino slot games with high rewards - Dr.MCD
    With a game 충주 출장안마 that provides the player with a fun 동두천 출장마사지 gaming experience, casino slot 김해 출장샵 games give 파주 출장샵 them the opportunity 전주 출장안마 to try their luck. Slot Machines.

    BalasHapus